Sebelumnya kita sudah belajar membuat layout sederhana di sini
Beberapa yang cetak di LR dan mengirimkan file indd, rata-rata belum memanfaatkan paragraf style dengan baik. Kebanyakan hanya copas/place dari word dan mengaturnya manual. Bukankah itu membuang waktu? Hehehhe.
Selanjutnya seperti yang telah kujanjikan, kita harus belajar juga mengenal paragraf style di Indesign.
Apa sih Paragraf Style itu?
Ketika kita ingin mengatur suatu paragraf tertentu supaya memiliki setting font, ukuran bahkan ukuran alinea yang sama di seluruh halaman tanpa perlu repot lagi mengatur satu persatu, maka disinilah Paragraph Styles memiliki fungsi yang sangat penting. Tinggal kita tentukan di awal setting paragrafnya seperti apa, simpan menjadi suatu paragraph style, selanjutnya tinggal aplikasikan ke paragraf lainnya untuk menyamai setting paragraf yang di awal.
Caranya?
Yuk, ikuti step by step-nya
Pertama, setelah naskah kita place ke halaman kerja (page) tentu saja, tentukan font apa yang akan kita pakai untuk novel itu.
Contoh ya ... di tampilan sebelumnya, aku menggunakan beberapa font di dalam novel
Misal, untuk Judul ...Alisandra Demo, ukuran font 24 pt
untuk isi ... Calibri, 12pt
Kedua, bikin paragraf stylenya ...
Ikuti seperti di gambar ...
Setelah itu? ...
Lalu?
Setelah itu?
Beberapa yang cetak di LR dan mengirimkan file indd, rata-rata belum memanfaatkan paragraf style dengan baik. Kebanyakan hanya copas/place dari word dan mengaturnya manual. Bukankah itu membuang waktu? Hehehhe.
Selanjutnya seperti yang telah kujanjikan, kita harus belajar juga mengenal paragraf style di Indesign.
Apa sih Paragraf Style itu?
Ketika kita ingin mengatur suatu paragraf tertentu supaya memiliki setting font, ukuran bahkan ukuran alinea yang sama di seluruh halaman tanpa perlu repot lagi mengatur satu persatu, maka disinilah Paragraph Styles memiliki fungsi yang sangat penting. Tinggal kita tentukan di awal setting paragrafnya seperti apa, simpan menjadi suatu paragraph style, selanjutnya tinggal aplikasikan ke paragraf lainnya untuk menyamai setting paragraf yang di awal.
Caranya?
Yuk, ikuti step by step-nya
Pertama, setelah naskah kita place ke halaman kerja (page) tentu saja, tentukan font apa yang akan kita pakai untuk novel itu.
Contoh ya ... di tampilan sebelumnya, aku menggunakan beberapa font di dalam novel
Misal, untuk Judul ...Alisandra Demo, ukuran font 24 pt
untuk isi ... Calibri, 12pt
Kedua, bikin paragraf stylenya ...
Ikuti seperti di gambar ...
Setelah itu? ...
Lalu?
Setelah itu?
lalu-lalu?
Sudah, segitu saja dulu, yang lain menyesuaikan. heheheh .... lalu di Ok deh.
Setelah itu jadi ... bikin lagi paragraf style untuk isi. Caranya sama tinggal mengganti jenis dan ukuran font yang akan digunakan di bagian isi.
Kalau sudah ...?
Tinggal klik di tulisan yang mau diatur.
misal ....
Di kata "Lonely" ingin pakai style "Judul". Kursor diletakkan di kata itu dan klik paragraf style "Judul"
Dan jadilah ...
Tuh, otomatis kata Lonely berubah sesuai yang kita inginkan.
Untuk isi sama, begitu juga, select all bagian isi dan tinggal klik paragraf stylenya.
Dijamin, gak susah ngatur manual lagi deh ...
Tahu gak, betapa paragraf style ini sangat membantu mempersingkat kerjaan kita dalam melayout sebuah buku?
Juga sangat penting saat menyusun daftar isi dalam sekali klik.
Mau tahu?
Nanti, kita belajar membuat daftar isi dalam sekali sentuh ya ... hhehehhe
Selamat mencoba.
Hai, iseng-iseng sambil belajar yuk ...
Kemarin ada yang tanya, gimana sih caranya melayout buku sederhana pakai indesign?
Kebetulan nih, aku biasa pakai indesign CC, jadi ya kita belajar bersama yuk.
Sebelumnya, Indesign itu apa sih? Indesign adalah produk dari Adobe untuk layout dan publikasi lainnya (poster, majalah, buku, pamflet, dan sebagainya).
Kalau mau dunlud nih langsung dari adobenya di sini
Karena aku bisanya hanya memanfaatkan Indisign untuk melayout buku, yuk, capcus kita mulai dari awal ...
Pertama, tentu saja buka aplikasi Indesignmu. Hehehe
Pilih File > New > Document
Kita coba bikin layout buku ukuran 13x19 cm ya dengan 100 halaman
Kalau sudah oke diatur sedemikian rupa untuk marginnya. Top, bottom, inside, outside yang kita inginkan. Lalu ok deh.
Kita dapat 100 halaman kosong dengan satu halaman tunggal di awal dan dua halaman ganda pada tampilan selanjutnya.
Biasanya halaman tunggal untuk muka buku (bukan cover) tapi lembar pertama buku (biasanya berisi judul, nama auhtor, dan apa saja yang ingin ditampilkan di lembar awal)
Langkah selanjutnya bagaimana?
Ini yang kebanyakan dianggap gak perlu-perlu amat *berdasarkan survey acak pada beberapa teman yang memakai indesign sambil lalu, mereka gak merasa penting enggaknya pakai master page)
Halaman master penting banget loh ... ini adalah halaman template yang akan kita gunakan untuk mempercantik tampilan buku kita.
Bila di word ada header dan footer, nah di indesign, kita bisa mengaturnya lewat master page. Caranya ...
Klik Pages dan klik master page
Begitu di-klik akan muncul dua halaman berdampingan (kanan dan kiri)
Halaman kanan mengatur seluruh halaman ganjil (1,3,5,dst), sedangkan halaman kiri mengatur seluruh halaman genap (2,4,6,dst).
Nah, kalau sudah di sini, kita tinggal mengisi ornamen untuk tampilan buku kita. Yang paling penting adalah peletakan nomor halaman. Juga embel-embel lain yang akan mengisi layout kita.
Bagaimana cara membuat nomor halaman di sana?
Biar cepet aja, ya ... bisa di-klik di sini ... silakan diubek-ubek di sana, Hehehe ... *panjang sih penjelasannya walo sebenarnya gak sampe 5 detik bikin nomor halamannya.
Bagaimana kalau mau menambahkan gambar-gambar di sana?
Begini, nih ...
Klik File>Place
lalu pilih file yang ingin ditambahkan ke layout. Misalnya, file png seperti di tampilan bawah ini. Masukkan di halaman kanan dan kiri sesuai selera. (bila ingin halaman kanan dan kiri ada gambar yang sama, jangan lupa pakai mirror ya, biar sip gambarnya)
Nah, biasanya itu untuk bagian isi (selain awal bab).
Untuk tiap awal bab, aku lebih suka memakai layout berbeda. Untuk itu kita bikin template lain di Page Master.
Bagaimana caranya?
sama seperti menambah ornamen di sebelumnya, hanya saja kita bikin master baru ...
Kalau sudah ... sekarang kita kembali ke halaman kerja ... (yang 100 halaman tadi loh)
Langkah selanjutnya adalah memasukkan text novel kita ke dalam page.
Kalau sudah ... Pilih file naskah word yang akan dilayout.
pilih File>Place> cari dokumen di mana naskah novelmu tersimpan.
Jangan lupa centang show import option agar format naskahmu bisa tetap tersimpan di layout.
dan tarra ...
jadi deh ...
Nah ... setelah ini masih ada yang harus kita kerjakan agar tampilan layout buku kita makin keren.
Apa itu?
Mengatur paragraf style untuk text novel yang kita layout ...
Tapi itu di postingan berikutnya ya ...
Sampai jumpa :D
Kemarin ada yang tanya, gimana sih caranya melayout buku sederhana pakai indesign?
Kebetulan nih, aku biasa pakai indesign CC, jadi ya kita belajar bersama yuk.
Sebelumnya, Indesign itu apa sih? Indesign adalah produk dari Adobe untuk layout dan publikasi lainnya (poster, majalah, buku, pamflet, dan sebagainya).
Kalau mau dunlud nih langsung dari adobenya di sini
Karena aku bisanya hanya memanfaatkan Indisign untuk melayout buku, yuk, capcus kita mulai dari awal ...
Pertama, tentu saja buka aplikasi Indesignmu. Hehehe
Pilih File > New > Document
Kita coba bikin layout buku ukuran 13x19 cm ya dengan 100 halaman
Kalau sudah oke diatur sedemikian rupa untuk marginnya. Top, bottom, inside, outside yang kita inginkan. Lalu ok deh.
Kita dapat 100 halaman kosong dengan satu halaman tunggal di awal dan dua halaman ganda pada tampilan selanjutnya.
Biasanya halaman tunggal untuk muka buku (bukan cover) tapi lembar pertama buku (biasanya berisi judul, nama auhtor, dan apa saja yang ingin ditampilkan di lembar awal)
Langkah selanjutnya bagaimana?
Ini yang kebanyakan dianggap gak perlu-perlu amat *berdasarkan survey acak pada beberapa teman yang memakai indesign sambil lalu, mereka gak merasa penting enggaknya pakai master page)
Halaman master penting banget loh ... ini adalah halaman template yang akan kita gunakan untuk mempercantik tampilan buku kita.
Bila di word ada header dan footer, nah di indesign, kita bisa mengaturnya lewat master page. Caranya ...
Klik Pages dan klik master page
Begitu di-klik akan muncul dua halaman berdampingan (kanan dan kiri)
Halaman kanan mengatur seluruh halaman ganjil (1,3,5,dst), sedangkan halaman kiri mengatur seluruh halaman genap (2,4,6,dst).
Nah, kalau sudah di sini, kita tinggal mengisi ornamen untuk tampilan buku kita. Yang paling penting adalah peletakan nomor halaman. Juga embel-embel lain yang akan mengisi layout kita.
Bagaimana cara membuat nomor halaman di sana?
Biar cepet aja, ya ... bisa di-klik di sini ... silakan diubek-ubek di sana, Hehehe ... *panjang sih penjelasannya walo sebenarnya gak sampe 5 detik bikin nomor halamannya.
Bagaimana kalau mau menambahkan gambar-gambar di sana?
Begini, nih ...
Klik File>Place
lalu pilih file yang ingin ditambahkan ke layout. Misalnya, file png seperti di tampilan bawah ini. Masukkan di halaman kanan dan kiri sesuai selera. (bila ingin halaman kanan dan kiri ada gambar yang sama, jangan lupa pakai mirror ya, biar sip gambarnya)
Nah, biasanya itu untuk bagian isi (selain awal bab).
Untuk tiap awal bab, aku lebih suka memakai layout berbeda. Untuk itu kita bikin template lain di Page Master.
Bagaimana caranya?
sama seperti menambah ornamen di sebelumnya, hanya saja kita bikin master baru ...
Kalau sudah ... sekarang kita kembali ke halaman kerja ... (yang 100 halaman tadi loh)
Langkah selanjutnya adalah memasukkan text novel kita ke dalam page.
Kalau sudah ... Pilih file naskah word yang akan dilayout.
pilih File>Place> cari dokumen di mana naskah novelmu tersimpan.
Jangan lupa centang show import option agar format naskahmu bisa tetap tersimpan di layout.
dan tarra ...
jadi deh ...
Nah ... setelah ini masih ada yang harus kita kerjakan agar tampilan layout buku kita makin keren.
Apa itu?
Mengatur paragraf style untuk text novel yang kita layout ...
Tapi itu di postingan berikutnya ya ...
Sampai jumpa :D
"What? Dia??? Gak salah? Yang bener aja? Kenapa harus dia? Apa yang membuatmu memilihnya untuk menjadi 'teman' di dalam rumah tanggamu?"
Aku melongo mendengar percakapan kelas tinggi sesama ibu-ibu yang notabene adalah sahabat-sahabatku. Eh, tunggu dulu, daripada keburu bingung duluan, lebih baik kuceritakan sedikit intronya.
Zaman dahulu kala, satu ketika, sahabatku, sebut saja namanya Dwi, yang sudah berumah tangga hampir lima belas tahun lamanya, divonis dokter tidak bisa memberikan keturunan untuk suaminya. Rahimnya harus diangkat karena satu penyakit. (karena aku gak ahli soal sakit-penyakit bagian ini ku-skip saja ya, maka singkat cerita saja, rahimnya pun diangkat). Dwi memiliki suami seperti lelaki kebanyakan. Pekerja keras. Walau tenggelam dalam rutinitas kantoran, ia tak pernah tiba di rumah sebelum azan magrib berkumandang. Di rumah, tanpa hiruk pikuk, canda tawa dan isak tangis anak-anak, Dwi dan suaminya tampak bahagia--begitulah yang terlihat dan dirasakan lingkungan sekitar-- dengan beberapa hewan piaraan dan taman bunga yang tak pernah berhenti bermekaran walau di musim kemarau sekalipun.
Masalah mulai hadir saat mertua Dwi datang mengunjungi dan ah, pasti sudah pada tahu kan, apa sih yang diharapkan orang tua atas pernikahan anaknya? Ya, pastilah seorang--bila memungkinkan kesebelasan-- cucu yang akan mengisi hari tua mereka. Dwi mulai tertekan, sementara suaminya tampak biasa saja. Sebab fokus beberapa tahun terakhirnya adalah bisnis. Ia tak sempat lagi memikirkan bagaimana harus memiliki seorang anak. Bahkan alternatif adopsi pun tak pernah terlintas di benaknya.
Dwi kelimpungan. Mulailah ia terasuki oleh omongan ibu mertuanya untuk mencarikan istri bagi suaminya, Sedih, tentu saja, namun, dengan alasan rasa sayang kepada mertuanya--yang adalah pengganti almarhumah ibunya--membuatnya lebih mudah legowo. Toh ibu mertuanya pun bukanlah ibu mertua kebanyakan, yang kerap marah-marah sama menantu, apalagi yang tak bisa mempunyai keturunan. Langka juga sih ibu mertua seperti ini. Tapi itulah yang terjadi.
Aku tak tahu apa yang ada di pikiran Dwi sesungguhnya. Tapi satu hari ia bercerita padaku, sudah menemukan seorang wanita yang katanya, cukup layak untuk menjadi ibu dari anak suaminya kelak. Aku bergidik. Terlebih karena merasa, kok begitu mudahnya ia berpikiran seperti itu.
"Aku sudah tak muda lagi, Rin. Bayangkan, seandainya aku lebih dulu tiada, betapa kesepiannya Frans. Seseorang harus menemaninya, kan."
"Ih, iya kalau kamu lebih dulu, Kalau dia duluan? Apa bisa kamu 'mesra' di atap yang sama dengan wanita itu?" cibir seorang sahabatku lainnya.
Dwi tampak memikirkan sesuatu. Tiba-tiba ia menggeleng. "Tidak, aku pastikan, aku yang akan pergi lebih dulu ...," ujarnya sambil tertawa.
"Idihhh, kamu memang pasti bakal pergi lebih dulu, saking tertekannya dan memendam rasa sakit sendirian. Lagian, kamu belum mengenal siapa wanita itu sebenarnya, kan? Bagaimana kalau ia tak secantik wajahnya?"
"Hati orang tiada yang tahu, Key, Rin ... Tapi apa salahnya berbaik sangka."
"Wanita yang aneh."
===
Sampai saat ini aku dan Keysa tidak tahu apa alasan sebenarnya Dwi memilih wanita itu menjadi 'temannya'. Namun, kabar terakhir yang kudengar, ia dan keluarga besar suaminya sedang mempersiapkan pernikahan kedua dengan wanita yang ternyata adalah seorang janda tiga anak yang bekerja sebagai buruh cuci di lingkungan tempat tinggal Dwi. Mungkin benar, wanita yang dipilih Dwi adalah wanita baik-baik terlebih tidak memiliki maksud lain selain membentuk sebuah keluarga yang utuh. Tapi apakah Dwi benar-benar bahagia dengan pilihannya,pilihan untuk suaminya? Nobody's know.
Bila itu terjadi padaku? Bagaimana?
Hmmm, walau usia pernikahanku belum sampai hitungan dua tangan, tapi hidup berpoligami, pernah kualami. Aku adalah wanita kedua. Kau tanya bagaimana kisahnya? Haduh, panjang sekali pokoknya. Tapi kisah itu pernah kuceritakan jadi sebuah tulisan dan termuat dalam Catatan Hati Pengantin, bersama Asma Nadia, dkk dan terbit di 2013 lalu. Nanti, bila aku punya waktu luang, akan kuceritakan kembali, tapi pasti banyak yang bosan hahahah.
Oke, kembali lagi ke pertanyaan, bagaimana bila itu terjadi padaku, dengan kata lain, bagaimana bila aku dihadapkan pada keadaan di mana ada seorang wanita lain yang benar-benar masuk ke dalam rumah tanggaku.
Hmm, sebelumnya, siapa pun tahu, di dalam Islam, poligami itu diperbolehkan. Tapi bukan berarti semua wanita mau jalani itu. Bila harus? Banyak poin yang akan kujadikan pertimbangan. Eh, bukankah wanita, sebagai istri, berperan penting atas berhasil atau tidaknya seorang laki-laki berpoligami? Izin istri itu perlu banget, kan? CMIIW
Nah kalau begitu, aku juga berhak mengeluarkan suara, seperti apa sih 'teman' yang akan menemani perjalanan rumah tanggaku.
Yang pertama, tentu, aku harus mengenalnya lebih baik, lebih dalam. Siapa sesungguhnya ia. Ini bukan milih kucing dalam karung, kan. Heheheh. Apakah wanita itu sevisi dan semisi tujuan hidupnya dengan apa yang jadi impian dan harapan terbentuknya keluarga kecilku? Jarang banget, yang bisa sehidup sevisi dan semisi. Kalaupun ada itu kecil kemungkinannya. Bahkan suami istri saja, kerap berbeda pendapat dan pola pikir. Kebayang kan, gimana ribetnya menyatukan isi kepala antara suami dan istri, selain tanpa saling pengertian dan kadang 'mengalah', nah apalagi sama wanita lain? HAdeh, rempong deh.
Yang kedua, kalau sudah sevisi dan semisi, tentulah wanita yang kelak akan menemani itu harus bisa seimbang, seiring sejalan dengan apa yang aku cita-citakan. Misalnya ... eh, apa ya? Hemmm, gini-gini ... aku bicara yang umum saja. Semisal di usaha yang sedang kami jalani. Usaha penerbitan. Yang utama adalah, aku ingin penerbitan yang keluarga kami kelola bukan hanya di sini-sini aja. Tentulah aku butuh seorang 'teman' yang mau diajak bergandengan tangan membangun ini semua menjadi besar. Bicara kehidupan rumah tangga kan bukan hanya urusan sumur, dapur dan kasur. HEheheh jadi jangan heran bila pemikiranku begini. Bila wanita itu tidak mau 'membantu' buat apa di dalam rumah tanggaku?
Kan bisa bukan bisnis lain, jadi kelihatan mana yang lebih menguntungkan. Tidak, tidak, bila belum-belum wanita itu sudah ngotot bikin usaha lain, itu sudah gak bener di benakku. Hei, yang dia masuki adalah istanaku, bagaimana bisa ia yang mengontrol? Mau tidak mau, harus mau kan ... Ingat poin pertama. Heheheh sevisi dan semisi. Bagaimana bila ia sudah memiliki usaha lain sebelum menjadi 'temanku'. Tinggalkan! Jahat ya aku? Tidak kok, Kembali lagi, wanita itu yang masuk, bukan aku yang keluar. Heheheh.
Yang ketiga ..., ah, baru sampai poin kedua saja sudah ada perdebatan. Gimana mau diteruskan ketiga, keempat dan seterusnya. Rempong amat jadinya ... Gak, gak, aku gak mau menambah poin yang akan jadi perdebatan. Kita cukupkan sampai di sini saja ya ... :D
Poligami? Kalau aku sih yes untuk bilang "NO!!!"
Kalau kamu???
Aku melongo mendengar percakapan kelas tinggi sesama ibu-ibu yang notabene adalah sahabat-sahabatku. Eh, tunggu dulu, daripada keburu bingung duluan, lebih baik kuceritakan sedikit intronya.
Masalah mulai hadir saat mertua Dwi datang mengunjungi dan ah, pasti sudah pada tahu kan, apa sih yang diharapkan orang tua atas pernikahan anaknya? Ya, pastilah seorang--bila memungkinkan kesebelasan-- cucu yang akan mengisi hari tua mereka. Dwi mulai tertekan, sementara suaminya tampak biasa saja. Sebab fokus beberapa tahun terakhirnya adalah bisnis. Ia tak sempat lagi memikirkan bagaimana harus memiliki seorang anak. Bahkan alternatif adopsi pun tak pernah terlintas di benaknya.
Dwi kelimpungan. Mulailah ia terasuki oleh omongan ibu mertuanya untuk mencarikan istri bagi suaminya, Sedih, tentu saja, namun, dengan alasan rasa sayang kepada mertuanya--yang adalah pengganti almarhumah ibunya--membuatnya lebih mudah legowo. Toh ibu mertuanya pun bukanlah ibu mertua kebanyakan, yang kerap marah-marah sama menantu, apalagi yang tak bisa mempunyai keturunan. Langka juga sih ibu mertua seperti ini. Tapi itulah yang terjadi.
Aku tak tahu apa yang ada di pikiran Dwi sesungguhnya. Tapi satu hari ia bercerita padaku, sudah menemukan seorang wanita yang katanya, cukup layak untuk menjadi ibu dari anak suaminya kelak. Aku bergidik. Terlebih karena merasa, kok begitu mudahnya ia berpikiran seperti itu.
"Aku sudah tak muda lagi, Rin. Bayangkan, seandainya aku lebih dulu tiada, betapa kesepiannya Frans. Seseorang harus menemaninya, kan."
"Ih, iya kalau kamu lebih dulu, Kalau dia duluan? Apa bisa kamu 'mesra' di atap yang sama dengan wanita itu?" cibir seorang sahabatku lainnya.
Dwi tampak memikirkan sesuatu. Tiba-tiba ia menggeleng. "Tidak, aku pastikan, aku yang akan pergi lebih dulu ...," ujarnya sambil tertawa.
"Idihhh, kamu memang pasti bakal pergi lebih dulu, saking tertekannya dan memendam rasa sakit sendirian. Lagian, kamu belum mengenal siapa wanita itu sebenarnya, kan? Bagaimana kalau ia tak secantik wajahnya?"
"Hati orang tiada yang tahu, Key, Rin ... Tapi apa salahnya berbaik sangka."
"Wanita yang aneh."
===
Sampai saat ini aku dan Keysa tidak tahu apa alasan sebenarnya Dwi memilih wanita itu menjadi 'temannya'. Namun, kabar terakhir yang kudengar, ia dan keluarga besar suaminya sedang mempersiapkan pernikahan kedua dengan wanita yang ternyata adalah seorang janda tiga anak yang bekerja sebagai buruh cuci di lingkungan tempat tinggal Dwi. Mungkin benar, wanita yang dipilih Dwi adalah wanita baik-baik terlebih tidak memiliki maksud lain selain membentuk sebuah keluarga yang utuh. Tapi apakah Dwi benar-benar bahagia dengan pilihannya,
Bila itu terjadi padaku? Bagaimana?
Hmmm, walau usia pernikahanku belum sampai hitungan dua tangan, tapi hidup berpoligami, pernah kualami. Aku adalah wanita kedua. Kau tanya bagaimana kisahnya? Haduh, panjang sekali pokoknya. Tapi kisah itu pernah kuceritakan jadi sebuah tulisan dan termuat dalam Catatan Hati Pengantin, bersama Asma Nadia, dkk dan terbit di 2013 lalu. Nanti, bila aku punya waktu luang, akan kuceritakan kembali, tapi pasti banyak yang bosan hahahah.
Oke, kembali lagi ke pertanyaan, bagaimana bila itu terjadi padaku, dengan kata lain, bagaimana bila aku dihadapkan pada keadaan di mana ada seorang wanita lain yang benar-benar masuk ke dalam rumah tanggaku.
Hmm, sebelumnya, siapa pun tahu, di dalam Islam, poligami itu diperbolehkan. Tapi bukan berarti semua wanita mau jalani itu. Bila harus? Banyak poin yang akan kujadikan pertimbangan. Eh, bukankah wanita, sebagai istri, berperan penting atas berhasil atau tidaknya seorang laki-laki berpoligami? Izin istri itu perlu banget, kan? CMIIW
Nah kalau begitu, aku juga berhak mengeluarkan suara, seperti apa sih 'teman' yang akan menemani perjalanan rumah tanggaku.
Yang pertama, tentu, aku harus mengenalnya lebih baik, lebih dalam. Siapa sesungguhnya ia. Ini bukan milih kucing dalam karung, kan. Heheheh. Apakah wanita itu sevisi dan semisi tujuan hidupnya dengan apa yang jadi impian dan harapan terbentuknya keluarga kecilku? Jarang banget, yang bisa sehidup sevisi dan semisi. Kalaupun ada itu kecil kemungkinannya. Bahkan suami istri saja, kerap berbeda pendapat dan pola pikir. Kebayang kan, gimana ribetnya menyatukan isi kepala antara suami dan istri, selain tanpa saling pengertian dan kadang 'mengalah', nah apalagi sama wanita lain? HAdeh, rempong deh.
Yang kedua, kalau sudah sevisi dan semisi, tentulah wanita yang kelak akan menemani itu harus bisa seimbang, seiring sejalan dengan apa yang aku cita-citakan. Misalnya ... eh, apa ya? Hemmm, gini-gini ... aku bicara yang umum saja. Semisal di usaha yang sedang kami jalani. Usaha penerbitan. Yang utama adalah, aku ingin penerbitan yang keluarga kami kelola bukan hanya di sini-sini aja. Tentulah aku butuh seorang 'teman' yang mau diajak bergandengan tangan membangun ini semua menjadi besar. Bicara kehidupan rumah tangga kan bukan hanya urusan sumur, dapur dan kasur. HEheheh jadi jangan heran bila pemikiranku begini. Bila wanita itu tidak mau 'membantu' buat apa di dalam rumah tanggaku?
Kan bisa bukan bisnis lain, jadi kelihatan mana yang lebih menguntungkan. Tidak, tidak, bila belum-belum wanita itu sudah ngotot bikin usaha lain, itu sudah gak bener di benakku. Hei, yang dia masuki adalah istanaku, bagaimana bisa ia yang mengontrol? Mau tidak mau, harus mau kan ... Ingat poin pertama. Heheheh sevisi dan semisi. Bagaimana bila ia sudah memiliki usaha lain sebelum menjadi 'temanku'. Tinggalkan! Jahat ya aku? Tidak kok, Kembali lagi, wanita itu yang masuk, bukan aku yang keluar. Heheheh.
Yang ketiga ..., ah, baru sampai poin kedua saja sudah ada perdebatan. Gimana mau diteruskan ketiga, keempat dan seterusnya. Rempong amat jadinya ... Gak, gak, aku gak mau menambah poin yang akan jadi perdebatan. Kita cukupkan sampai di sini saja ya ... :D
Poligami? Kalau aku sih yes untuk bilang "NO!!!"
Kalau kamu???
Tara ...
Akhirnya bunda punya rumah baru. Setelah rumah sebelumnya diambil alih oleh penerbitan yang memang sudah tidak boleh diisi segala cuap-cuap dariku. Sedih sih, tapi ada hikmahnya juga. Dua tahun lalu ketika ingin memakai brand RinaRinz ternyata tidak tersedia. Eh saat ini, cukup sekali klik, jadi deh rinarinz.com senangnyaaaa ...
Oke, di rumah baru ini kita ngapain aja?
Ngapain aja boleh. Setidaknya aku jadi bebas lagi ngoceh tanpa perlu mengganggu penghuni LovRinz di sebelah. Eh tapi-tapi, kenapa templatenya serupa dengan sebelah ya?
Ah, itu karena aku masih belum punya waktu buat ngutak-ngatik. Hahaha. Tunggu deh, nanti kalau senggang akan diganti templatenya. Sementara kembaran dulu tak apa ya .... hahahah ditimpuk admin sebelah.
Yang pasti, lega banget karena kembali punya wadah buat nulis macem-macem. Semoga istiqomah nulis lagi dan sapa tahu bisa mendapatkan pelajaran lebih banyak di rumah ini.
Selamat bergabung di Cerita Bunda ...
Akhirnya bunda punya rumah baru. Setelah rumah sebelumnya diambil alih oleh penerbitan yang memang sudah tidak boleh diisi segala cuap-cuap dariku. Sedih sih, tapi ada hikmahnya juga. Dua tahun lalu ketika ingin memakai brand RinaRinz ternyata tidak tersedia. Eh saat ini, cukup sekali klik, jadi deh rinarinz.com senangnyaaaa ...
Oke, di rumah baru ini kita ngapain aja?
Ngapain aja boleh. Setidaknya aku jadi bebas lagi ngoceh tanpa perlu mengganggu penghuni LovRinz di sebelah. Eh tapi-tapi, kenapa templatenya serupa dengan sebelah ya?
Ah, itu karena aku masih belum punya waktu buat ngutak-ngatik. Hahaha. Tunggu deh, nanti kalau senggang akan diganti templatenya. Sementara kembaran dulu tak apa ya .... hahahah ditimpuk admin sebelah.
Yang pasti, lega banget karena kembali punya wadah buat nulis macem-macem. Semoga istiqomah nulis lagi dan sapa tahu bisa mendapatkan pelajaran lebih banyak di rumah ini.
Selamat bergabung di Cerita Bunda ...